Senin, 10 November 2014

PKO Kepribadian

Tugas

1.        Apa kepribadian itu?
Kepribadian adalah organisasi dinamik dalam individu yang  memiliki sistem psikologis tersebut yang menentukan penyesuaian uniknya terhadap lingkungannya.
2.        Perkiraan perilaku apa yang mungkin anda buat jika Anda mengetahui bahwa seorang karyawan memiliki (a) kendali lokus eksternal? (b) skor Mach yang rendah? (c) harga diri rendah? (d) kepribadian tipe A?
·         Lokus kendali eksternal, yaitu mereka percaya bahwa kehidupan mereka diatur oleh kekuatan dari luar diri. Karyawan yang memiliki lokus kendali eksternal kurang puas dengan pekerjaan mereka, merasa terasingkan dari suasana kerja, dan kurang terlibat dalam pekerjaan daripada orang-orang yang lokus kendalinya cenderung internal. Seorang manajer juga bisa memperkirakan bahwa orang-orang eksternal menyalahkan evaluasi kinerja mereka yang buruk akibat prasangka atasan, rekan kerja, atau pristiwa lain di luar kendali mereka. Kalangan internal akan menjelaskan evaluasi serupa berdasarkan tindakan mereka sendiri.
·         Machiavellianisme, yaitu ukuran terhadap kadar dimana orang-orang bersifat pragmatis, memelihara jarak emosi, dan percaya bahwa hasil akhir bisa membenarkan caranya.Karyawan yang memiliki mach yang rendah cenderung memiliki emosi yang tinggi dan kurang percaya diri terhadap kemampuannya sendiri. Mereka akan cepat emosi apabila apa yang dikerjakannya tidak sesuai dengan apa yang diinginkannya, mereka juga dapat emosi apabila hasil yang mereka dapatkan tidak sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Mereka juga merasa kurang percaya diri terhadap kebisaan mereka dalam melakukan pekerjaan. Mereka menganggap cara yang mereka pakai untuk mencapai hasil yang diiinginkan adalah cara yang salah.
·         Harga diri, yaitu kadar dimana seseorang menyukai dirinya atau tidak. Mereka yang memiliki harga diri yang rendah meyakini bahwa mereka tidak memiliki kemampuan yang diperlukan untuk meraih sebuah kesuksesan karier. Individu dengan tingkat harga diri yang rendah rawan untuk terkena pengaruh eksternal daripada individu yang meiliki harga diri yang tinggi. Mereka akan bergantung pada penilaian positif dari orang lain. Akibatnya, mereka akan cenderung mencari pengakuan dari orang lain dan cenderung untuk menyesuaikan diri dari keyakinan dan perilaku orang-orang yang mereka hargai dibandingkan dengan orang-orang dengan harga diri yang tinggi.
·         Pemantauan diri, yaitu sifat kepribadian yang mengukur kemampuan untuk menyesuaikan perilaku terhadap faktor-faktor situasional eksternal. Individu dengan pemantauan diri yang tinggi menunjukkan adaptabilitas yang besar ketika menyesuaikan perilaku mereka. Mereka peka terhadap sinyal dari luar dan bisa mengubah perilaku dalam beragam situasi. Mereka juga mampu menunjukan kontradiksi antara penampilan pribadi di depan publik dan diri pribadi mereka. Mereka tidak bisa menyesuaikan perilaku mereka. Mereka akan cenderung menunjukkan watak dan perilaku asli mereka dalam setiap situasi, dan terdapat konsistensi perilaku yang tinggi antara siapa mereka dan apa yang mereka lakukan.
3.        Apa indikator tipe Myers-Briggs itu?
1.   Extrovert(E)/Introvert(I), adalah cara bagaimana orang menghabiskan waktunya. Seorang yang extrovert adalah orang senang menghabiskan waktunya dengan bersosialisasi atau berkumpul bersama dengan orang lain. Extrovert menjadi lebih enerjik ketika berada bersama orang lain. Sedangkan introvert sebaliknya. Mereka senang menghabiskan waktu sendiri, dan kalaupun ingin menghabiskan waktu dengan orang lain, biasa menghabiskan waktu dengan orang yang dekat dengannya. Introvert lebih senang mendalami sesuatu ketimbang ngobrol dengan orang lain.
2.   Sensing(S)/Intuition(N), adalah cara bagaimana seseorang berpikir. Seorang yang sensing adalah orang yang sangat logis, percaya pada fakta dan tidak mudah menerima hal baru. Mereka yang berpikir dengan cara sensing cenderung senang belajar dan mendalami teori. Mereka tidak menyukai fantasi dan senang dengan realisme. Sedangkan mereka yang memakai intuisi, mereka memakai konsep, sehingga mereka pun tidak terpaku (bahkan tidak menyukai) teori yang terlalu banyak, dan cenderung lebih kreatif daripada mereka yang sensing karena pemikirannya lebih terbuka. Mereka yang memakai intuisi lebih suka memakai sesuatu yang mereka sebut dengan “feeling” ketimbang teori. Feeling ini mereka dapat dari pengalaman yang mereka alami, sehingga mereka tahu betul ketika sesuatu terjadi dapat memberikan dampak yang baik atau buruk. Orang-orang yang intuitif lebih suka belajar dari pengalaman atau experiential learning. Orang-orang yang berpikir secara sensing cenderung memikirkan masa kini ketimbang mereka yang memakai intuisi lebih suka berpikir ke depan atau berandai-andai tentang masa depan.
3.   Thinker(T)/Feeler(F) adalah cara seseorang mengambil keputusan. Thinker mengambil keputusan yang menurut logika lebih menguntungkan. Mereka memakai tahap-tahap tertentu dan menganalisa keputusan yang mereka buat secara mendalam. Mereka suka mencari kesalahan dan berpikir kritis. Sedangkan mereka yang Feeler, mereka mengambil keputusan melihat orang lain, apakah menguntungkan untuk kepentingan bersama atau tidak. Orang-orang yang feeler cenderung mudah berempati dan bersimpati pada orang lain. Bagi Thinker, pikiran lebih utama daripada perasaan, sedangkan Feeler sebaliknya. Thinker ingin memiliki prestasi dan berhasil, sedangkan Feeler lebih senang jika Ia dihargai.
4.   Judgers(J)/Perceivers(P) adalah cara seseorang dalam menjalani hidup. Bagi mereka yang judgers, mereka hidup sesuai dengan aturan dan jadwal yang sudah ada. Bagi Judgers, mereka senang menetapkan sasaran tertentu dan berusaha untuk mencapai sasarannya. Mereka berorientasi pada hasil. Sebaliknya, Perceivers cenderung memiliki prinsip hidup “semau saya”. Mereka tidak suka dibebani jadwal dan cenderung memiliki jadwal yang tdiak teratur. Mengerjakan sesuatu tergantung apakah mereka mau atau tidak. Mereka yang Perceivers cenderung lebih berorientasi pada proses yang dicapai untuk memperoleh sasaran mereka. Judgers lebih suka menyelesaikan sesuatu, sedangkan Perceivers lebih suka memulai sesuatu.
4.        Gambarkanlah faktor-faktor dalam model Lima besar. Faktor utama mana yang menunjukkan nilai terbesar dalam memperkirakan perilaku? Mengapa?
1) Neuroticism
Trait ini menilai kestabilan dan ketidakstabilan emosi. Mengidentifikasi kecenderungan individu  apakah mudah mengalami stres, mempunyai ide-ide yang tidak realistis, mempunyai coping response yang maladaptif. Dimensi ini  menampung kemampuan seseorang untuk menahan stres. Orang dengan kemantapan emosional positif cenderung berciri tenang, bergairah dan aman. Sementara mereka yang skornya negatif tinggi cenderung tertekan, gelisah dan tidak aman
2) Extraversion
Menilai kuantitas dan intensitas interaksi interpersonal, level aktivitasnya , kebutuhan untuk didukung, kemampuan untuk berbahagia. Dimensi ini menunjukkan tingkat kesenangan seseorang akan hubungan. Kaum ekstravert (ekstraversinya tinggi) cenderung ramah dan terbuka serta menghabiskan banyak waktu untuk mempertahankan dan menikmati sejumlah besar hubungan. Sementara kaum introvert cenderung tidak sepenuhnya terbuka dan memiliki hubungan yang lebih sedikit dan tidak seperti kebanyakan orang lain, mereka lebih senang dengan kesendirian
3) Openness to Experience
Menilai usahanya secara proaktif dan penghargaannya terhadap pengalaman demi kepentingannya sendiri. Menilai bagaimana ia menggali sesuatu yang baru dan tidak
biasa Dimensi ini mengamanatkan tentang minat seseorang. Orang terpesona oleh hal baru dan inovasi, ia akan cenderung menjadi imajinatif, benarbenar sensitif dan intelek. Sementara orang yang disisi lain kategori keterbukaannya ia nampak lebih konvensional dan menemukankesenangan dalam keakraban
4) Agreeableness
Menilai kualitas orientasi individu dengan kontinum nulai dari lemah lembut sampai antagonis didalam berpikir, perasaan dan perilaku  Dimensi ini merujuk kepada kecenderungan seseorang untuk tunduk kepada orang lain. Orang yang sangat mampu bersepakat jauh lebih menghargai harmoni daripada ucapan atau cara mereka. Mereka tergolong orang yang kooperatif dan percaya pada orang lain. Orang yang menilai rendah kemampuan untuk bersepakat memusatkan perhatian lebih pada kebutuhan mereka sendiri ketimbang kebutuhan orang lain
5) Conscientiousness
Menilai kemampuan individu didalam organisasi, baik mengenai ketekunan dan motivasi dalam mencapai tujuan sebagai perilaku langsungnya. Sebagai lawannya menilai apakah individu tersebut tergantung, malas dan tidak rapi. Dimensi ini merujuk pada jumlah tujuan yang menjadi pusat perhatian seseorang. Orang yang mempunyai skor tinggi cenderung mendengarkan kata hati dan mengejar sedikit tujuan dalam satu cara yang terarah dan cenderung bertanggungjawab, kuat bertahan, tergantung, dan berorientasi pada prestasi. Sementara yang skornya rendah ia akan cenderung menjadi lebih kacau pikirannya, mengejar banyak tujuan, dan lebih hedonistik.
Dibandingkan dengan individu dengan karakteristik introver, individu yang ekstraver cenderung lebih bahagia dalam pekerjaan dan kehidupan mereka secara keseluruhan. Mereka biasanya memiliki lebih banyak teman dan menghabiskan lebih banyak waktu untuk bersosialisasi dibandingkan dengan individu yang introver.
5.        Enam tipe kepribadian apa yang diidentifikasi oleh Holland?
1. Tipe realistik .
Menyukai pekerjaan yang sifatnya konkret, yang melibatkan kegiatan sistematis, seperti
mengoperasikan mesin, peralatan. Tipe seperti ini tidak hanya membutuhkan keterampilan, komunikasi, atau hubungan dengan orang lain, tetapi dia memiliki fisik yang kuat. Bidang karier yang cocok, yaitu perburuhan, pertanian, barber shop, dan konstruski.
2. Tipe intelektual/investigative .
Menyukai hal-hal yang teoritis dan konseptual, cenderung pemikir daripada pelaku tindakan, senang menganalis, dan memahami sesuatu. Biasanya menghindari hubungan sosial yang akrab. Tipe ini cocok bekerja di laboratorium penelitian, seperti peneliti, ilmuwan, ahli matematika.
3. Tipe sosial.
Senang membantu atau bekerja dengan orang lain. Dia menyenangi kegiatan yang melibatkan kemampuan berkomunikasi dan ketrampilan berhubungan dengan orang lain, tetapi umumnya kurang dalam kemampuan mekanikal dan sains. Pekerjaan yang sesuai, yaitu guru/pengajar, konselor, pekerja sosial, guide, dan bartender.
4. Tipe konvensional.
Menyukai pekerjaan yang terstruktur atau jelas urutannya, mengolah data dengan aturan
tertentu. Pekerjaan yang sesuai, yaitu sekretaris, teller, filing, serta akuntan.
5. Tipe usaha/enterprising.
Cenderung mempunyai kemampuan verbal atau komunikasi yang baik dan menggunakannya untuk memimpin orang lain, mengatur, mengarahkan, dan mempromosikan produk atau gagasan. Tipe ini sesuai bekerja sebagai sales, politikus, manajer, pengacara atau agensi iklan.
6. Tipe artistik .
Cenderung ingin mengekspresikan dirinya, tidak menyukai struktur atau aturan, lebih
menyukai tugas-tugas yang memungkinkan dia mengekspresikan diri. Karier yang sesuai, yaitu sebagai musisi, seniman, dekorator, penari, dan penulis.

6.        Apakah orang dari negara asing memiliki tipe kepribadian bersama? Jelaskan!
Belum tentu, karena lingkungan memiliki pengaruh cukup besar terhadap pembentukan karakter kita adalah lingkungan dimana kita tumbuh dan dibesarkan, norma dalam keluarga, teman-teman dan kelompok sosial, dan pengaruh-pengaruh lain yang kita alami.




7.        Mengapa para manajer dewasa ini mungkin memberi perhatian lebih kepada kecocokan orang organisasi daripada kecocokan orang pekerja?
Karena Nilai kecocokan dalam pendekatan kecocokan orang-organisasi (person-organization fit) memiliki pengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja, komitmen organisasi, keinginan untuk berhenti, dan perputaran aktual tenaga kerja.
8.        Apa itu tenaga kerja emosional dan mengapa penting memahami OB?
Tenaga Kerja Emosional merupakan Karyawan yang dituntut untuk mengungkapkan emosi yang diharapkan organisasi.contohnya pramuniaga. Pentingnya memahami OB dapat membantu anda memperbaiki kemampuan untuk menjelaskan dan memperkirakan proses seleksi dalam organisasi, pengambilan keputusan, moticasi, kepemimpinan, konflik interpersonal, dan perilaku yang menyimpang di tempat kerja.
9.        Bagaimana budaya nasional mempengaruhi emosi yang terungkap?
Pengaruh budaya, menyesuaikan dengan norma-norma budaya di negara setempat sehingga budaya nasional tersebut sangat mempengaruhi emosi yang terungkap pada jiwa sesorang maupun karyawan dalam organisasi. Dengan kata lain budaya nasional sanagat membantu dalam pembentukan emosi yang terungkap.
10.    Apa itu kecerdasan emosional dan mengapa itu penting?

Kecerdasan emosional atau yang biasa dikenal dengan EQ (bahasa Inggris: emotional quotient) adalah kemampuan seseorang untuk menerima, menilai,mengelola, serta mengontrol emosi dirinya dan oranglain di sekitarnya. Dalam hal ini, emosi mengacu pada perasaan terhadap informasi akan suatuhubungan. Kecerdasan emosional penting agar Dapat melihat diri sendiri seperti orang lain melihat kita, mampu memahami orang lain seolah-olah apa yang dirasakan orang itu kita rasakan juga.

Tugas PKO

1.        Apakah terdapat hubungan antara kepuasan kerja dan keabsenan? Kepuasan kerja dan pengunduran diri? Hubungan manakah yang lebih kuat?
·           Hubungan antara kepuasaan kerja dengan keabsenan : Tentu masuk akal apabila karyawan yang tidak puas akan pekerjaannya akan absen, namun faktor-faktor lain memiliki dampak pada hubungan tersebut dan mengurangi koefisien hubungan tersebut.
·           Hubungan antara kepuasaan kerja dengan pengunduran diri karyawan : Kepuasan juga berkorelasi negatif dengan pengunduran diri, namun hubungan tersebut lebih kuat dari apa yang telah kita temukan untuk keabsenan. Namun, kembali, faktor-faktor lain seperti kondisi bursa kerja,  harapan-harapan tentang pekerjaan alternatif, dan panjangnya masa kerja pada organisasi tertentu merupakan rintangan-rintangan penting bagi keputusan aktual untuk meninggalkan pekerjaan saat ini.
2.        Bagaimana para manajer dapat mempersiapkan karyawan agar lebih siap bekerja dengan mitra yang berbeda dengan mereka?
Cara para manajer dapat mempersiapkan karyawan agar lebih siap bekerja dengan mitra atau rekan kerja yang berbeda :
seorang manajer harus tertarik pada sikap para karyawan, karena sikap sikap tersebut memberikan peringatan akan masalah-masalah potensial dan pengaruh terhadap perilaku, mereka juga akan melakukan pekerjaan dengan lebih baik. Mengingat manejer ingin menekan angka pengunduran diri dan ketidak hadiran terutama di antara karyawan yang lebih produktif, mereka ingin melakukan hal-hal yang akan menghasilkan sikap kerja positif. Hal terpenting yang bias dilakukan para manejer untuk meningkatkan kepuasan karyawan adalah berfokus pada bagian-bagian intrinsic pekerjaan, seperti membuat kerja tersebut menjadi menantang danmenarik. Meskipun bayaran yang rendah kemungkinan besar tidak akan menarik karyawan berkualitas tinggi atau mempertahankan pakerja yang baik, para manajer harus sadar bahwa bayaran yang tinggi tidak mungkin menghasilkan lingkungan kerja yang memuaskan. Manajer juga harus sadar bahwa karyawan akan berusaha mengurangi ketidak sesuaian kognitif, lebih penting ketidaksesuaian bisa diatur. Apabila karyawan diharuskan terlibat dalam aktivitas yang tampaknya tidak konsisten dengan mereka  atau yang berlawanan dengan sikapmereka, tekanan-tekanan untuk mengurangi ketidaksesuaian berkurang ketikakaryawan merasa bahwa ketidaksesuaian tersebut dibebankan secara eksternal dan berada di luar kendali mereka atau apabila penghargaan-penghargaan tersebut cukup signifikan untuk mengimbangi ketidaksesuaian tersebut.
3.        Bedakan antara keluar, bersuara, kesetiaan, dan pengabdian sebagai tanggapan karyawan terhadapkepuasan kerja.
1.        Keluar. Perilaku diarahkan ke meninggalkan organisasi, yang meliputi mencari posisi baru sekaligus mengundurkan diri.
2.        Suara. Secara aktif dan konstruktif berupaya memperbaiki kondisi, yang meliputi menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan, dan sebagian bentuk kegiatan perserikatan.
3.        Kesetiaan. Secara pasif namun opimis menunggu perbaikan kondisi, yang meliputi membela organiasi dari kritikan eksternal dan mempercayai organisasi dan manajemennya untuk “melakukan hal yang benar”

4.        Pengabaian. Secara pasif membiarkan keadaan bertambah buruk, yang meliputi keabsenan atau keterlambartan kronis, penurunan usaha, dan peningkatan tingkat kesalahan.


Keselamatan dan Kesehatan Kerja

MSDM
Tugas Kuliah

BAB  I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kondisi  keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati posisi yang buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi  tersebut mencerminkan kesiapan daya saing perusahaan Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia akan sulit menghadapi pasar global karena mengalami ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan perusahaan sangat ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian perusahaan, pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Nuansanya harus bersifat manusiawi atau bermartabat.                   
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak lama.  Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.
Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun 2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.
Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya. Dalam bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangat penting untuk diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan dalam bekerja akan berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai kemampuan untuk menangani korban dalam kecelakaan kerja dan dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk menyadari pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja.

B.    Permasalahan
Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah bagaimana peran tenaga kesehatan dalam menangani korban kecelakaan kerja dan mencegah kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.

C.    Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui peran tenaga kesehatan dalam menangani korban kecelakaan kerja dan mencegah kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.


BAB  II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja.
Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan.
Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama.
Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan perundangan-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan perkembangan yang ada.
Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di  darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil pengawasan, sumber daya manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya untuk memberdayakan lembaga-lembaga K3 yang ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan mitra sosial guna membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar terjalan dengan baik.



1.      Sebab-sebab Kecelakaan
Kecelakaan tidak terjadi begitu saja, kecelakaan terjadi karena tindakan yang salah atau kondisi yang tidak aman. Kelalaian sebagai sebab kecelakaan merupakan nilai tersendiri dari teknik keselamatan. Ada pepatah yang mengungkapkan tindakan yang lalai seperti kegagalan dalam melihat atau berjalan mencapai suatu yang jauh diatas sebuah tangga. Hal tersebut menunjukkan cara yang lebih baik selamat untuk menghilangkan kondisi kelalaian dan memperbaiki kesadaran mengenai keselamatan setiap karyawan pabrik.
Diantara kondisi yang kurang aman salah satunya adalah pencahayaan, ventilasi yang memasukkan debu dan gas, layout yang berbahaya ditempatkan dekat dengan pekerja, pelindung mesin yang tak sebanding, peralatan yang rusak, peralatan pelindung yang tak mencukupi, seperti helm dan gudang yang kurang baik.
Diantara tindakan yang kurang aman salah satunya diklasifikasikan seperti latihan sebagai kegagalan menggunakan peralatan keselamatan, mengoperasikan pelindung mesin mengoperasikan tanpa izin atasan, memakai kecepatan penuh, menambah daya dan lain-lain. Dari hasil analisa kebanyakan kecelakaan biasanya terjadi karena mereka lalai ataupun kondisi kerja yang kurang aman, tidak hanya satu saja. Keselamatan dapat dilaksanakan sedini mungkin, tetapi untuk tingkat efektivitas maksimum, pekerja harus dilatih, menggunakan peralatan keselamatan.
2.      Faktor - faktor Kecelakaan
Studi kasus menunjukkan hanya proporsi yang kecil dari pekerja sebuah industri terdapat kecelakaan yang cukup banyak. Pekerja pada industri mengatakan itu sebagai kecenderungan kecelakaan. Untuk mengukur kecenderungan kecelakaan harus menggunakan data dari situasi yang menunjukkan tingkat resiko yang ekivalen.
Begitupun, pelatihan yang diberikan kepada pekerja harus dianalisa, untuk seseorang yang berada di kelas pelatihan kecenderungan kecelakaan mungkin hanya sedikit yang diketahuinya. Satu lagi pertanyaan yang tak terjawab ialah apakah ada hubungan yang signifikan antara kecenderungan terhadap kecelakaan yang kecil atau salah satu kecelakaan yang besar. Pendekatan yang sering dilakukan untuk seorang manager untuk salah satu faktor kecelakaan terhadap pekerja adalah dengan tidak membayar upahnya. Bagaimanapun jika banyak pabrik yang melakukan hal diatas akan menyebabkan berkurangnya rata-rata pendapatan, dan tidak membayar upah pekerja akan membuat pekerja malas melakukan pekerjaannya dan terus membahayakan diri mereka ataupun pekerja yang lain. Ada kemungkinan bahwa kejadian secara acak dari sebuah kecelakaan dapat membuat faktor-faktor kecelakaan tersendiri.
3.      Masalah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja
Kinerja (performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja yang dapat merupakan beban tambahan pada pekerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu derajat kesehatan kerja yang optimal dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya bila terdapat ketidak serasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja.
a)     Kapasitas Kerja
Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30-40% masyarakat pekerja kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan 35% kekurangan zat besi tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak memungkinkan bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yang optimal. Hal ini diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada sebagian besar masih di isi oleh petugas kesehatan dan non kesehatan yang mempunyai banyak keterbatasan, sehingga untuk dalam melakukan tugasnya mungkin sering mendapat kendala terutama menyangkut masalah PAHK dan kecelakaan kerja.
b)     Beban Kerja
Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis beroperasi 8 - 24 jam sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan pada laboratorium menuntut adanya pola kerja bergilirdan tugas/jaga malam. Pola kerja yang berubah-ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat terjadinya perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut memperberat beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja yang masih relatif rendah, yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan secara berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan stres.


c)      Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi kesehatan kerja dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja (Occupational Accident), Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja (Occupational Disease & Work Related Diseases).

B.    Tinjauan Tentang Tenaga Kesehatan
1.      Pengertian Tenaga Kesehatan
Kesehatan merupakan hak dan kebutuhan dasar manusia. Dengan demikian Pemerintah mempunyai kewajiban untuk mengadakan dan mengatur upaya pelayanan kesehatan yang dapat dijangkau rakyatnya. Masyarakat, dari semua lapisan, memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk mendapat pelayanan kesehatan.
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketermpilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan, baik berupa pendidikan gelar-D3, S1, S2 dan S3-; pendidikan non gelar; sampai dengan pelatihan khusus kejuruan khusus seperti Juru Imunisasi, Malaria, dsb., dan keahlian. Hal inilah yang membedakan jenis tenaga ini dengan tenaga lainnya. Hanya mereka yang mempunyai pendidikan atau keahlian khusus-lah yang boleh melakukan pekerjaan tertentu yang berhubungan dengan jiwa dan fisik manusia, serta lingkungannya.
Tenaga kesehatan berperan sebagai perencana, penggerak dan sekaligus pelaksana pembangunan kesehatan sehingga tanpa tersedianya tenaga dalam jumlah dan jenis yang sesuai, maka pembangunan kesehatan tidak akan dapat berjalan secara optimal. Kebijakan tentang pendayagunaan tenaga kesehatan sangat dipengaruhi oleh kebijakan kebijakan sektor lain, seperti: kebijakan sektor pendidikan, kebijakan sektor ketenagakerjaan, sektor keuangan dan peraturan kepegawaian. Kebijakan sektor kesehatan yang berpengaruh terhadap pendayagunaan tenaga kesehatan antara lain: kebijakan tentang arah dan strategi pembangunan kesehatan, kebijakan tentang pelayanan kesehatan, kebijakan tentang pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan, dan kebijakan tentang pembiayaan kesehatan. Selain dari pada itu, beberapa faktor makro yang berpengaruh terhadap pendayagunaan tenaga kesehatan, yaitu: desentralisasi, globalisasi, menguatnya komersialisasi pelayanan kesehatan, teknologi kesehatan dan informasi. Oleh karena itu, kebijakan pendayagunaan tenaga kesehatan harus memperhatikan semua faktor di atas.
2.      Jenis Tenaga Kesehatan
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketermpilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan, baik berupa pendidikan gelar-D3, S1, S2 dan S3-; pendidikan non gelar; sampai dengan pelatihan khusus kejuruan khusus seperti Juru Imunisasi, Malaria, dsb., dan keahlian. Hal inilah yang membedakan jenis tenaga ini dengan tenaga lainnya. Hanya mereka yang mempunyai pendidikan atau keahlian khusus-lah yang boleh melakukan pekerjaan tertentu yang berhubungan dengan jiwa dan fisik manusia, serta lingkungannya.
Jenis tenaga kesehatan terdiri dari :
a.      Perawat
b.      Perawat Gigi
c.      Bidan
d.     Fisioterapis
e.      Refraksionis Optisien
f.       Radiographer
g.      Apoteker
h.      Asisten Apoteker
i.        Analis Farmasi
j.        Dokter Umum
k.      Dokter Gigi
l.        Dokter Spesialis
m.    Dokter Gigi Spesialis
n.      Akupunkturis
o.      Terapis Wicara dan
p.      Okupasi Terapis.

C.    Peran Tenaga Kesehatan Dalam Menangani Korban Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dapat saling berkaitan. Pekerja yang menderita gangguan kesehatan atau penyakit akibat kerja cenderung lebih mudah mengalami kecelakaan kerja. Menengok ke negara-negara maju, penanganan kesehatan pekerja sudah sangat serius. Mereka sangat menyadari bahwa kerugian ekonomi (lost benefit) suatu perusahaan atau negara akibat suatu kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja sangat besar dan dapat ditekan dengan upaya-upaya di bidang kesehatan dan keselamatan kerja.
Di negara maju banyak pakar tentang kesehatan dan keselamatan kerja dan banyak buku serta hasil penelitian yang berkaitan dengan kesehatan tenaga kerja yang telah diterbitkan. Di era globalisasi ini kita harus mengikuti trend yang ada di negara maju. Dalam hal penanganan kesehatan pekerja, kitapun harus mengikuti standar internasional agar industri kita tetap dapat ikut bersaing di pasar global. Dengan berbagai alasan tersebut rumah sakit pekerja merupakan hal yang sangat strategis. Ditinjau dari segi apapun niscaya akan menguntungkan baik bagi perkembangan ilmu, bagi tenaga kerja, dan bagi kepentingan (ekonomi) nasional serta untuk menghadapi persaingan global.
Bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang sudah ada, rumah sakit pekerja akan menjadi pelengkap dan akan menjadi pusat rujukan khususnya untuk kasus-kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Diharapkan di setiap kawasan industri akan berdiri rumah sakit pekerja sehingga hampir semua pekerja mempunyai akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang komprehensif. Setelah itu perlu adanya rumah sakit pekerja sebagai pusat rujukan nasional. Sudah barang tentu hal ini juga harus didukung dengan meluluskan spesialis kedokteran okupasi yang lebih banyak lagi. Kelemahan dan kekurangan dalam pendirian rumah sakit pekerja dapat diperbaiki kemudian dan jika ada penyimpangan dari misi utama berdirinya rumah sakit tersebut harus kita kritisi bersama.
Kecelakaan kerja adalah salah satu dari sekian banyak masalah di bidang keselamatan dan kesehatan kerja yang dapat menyebabkan kerugian jiwa dan materi. Salah satu upaya dalam perlindungan tenaga kerja adalah menyelenggarakan P3K di perusahaan sesuai dengan UU dan peraturan Pemerintah yang berlaku. Penyelenggaraan P3K untuk menanggulangi kecelakaan yang terjadi di tempat kerja. P3K yang dimaksud harus dikelola oleh tenaga kesehatan yang professional.
Yang menjadi dasar pengadaan P3K di tempat kerja adalah UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja; kewajiban manajemen dalam pemberian P3K, UU No.13 Tahun 2000 tentang ketenagakerjaan, Peraturan Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.03/Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja ; tugas pokok meliputi P3K dan Peraturan Mentri Tenaga Kerja No. 05/Men/1995 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

D.    Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control)
Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control) Yaitu upaya untuk menemukan gangguan sedini mungkin dengan cara mengenal (Recognition) kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang dapat tumbuh pada setiap jenis pekerjaan di unit pelayanan kesehatan dan pencegahan meluasnya gangguan yang sudah ada baik terhadap pekerja itu sendiri maupun terhadap orang disekitarnya. Dengan deteksi dini, maka penatalaksanaan kasus menjadi lebih cepat, mengurangi penderitaan dan mempercepat pemulihan kemampuan produktivitas masyarakat pekerja. Disini diperlukan system rujukan untuk menegakkan diagnosa penyakit akibat kerja secara cepat dan tepat (prompt-treatment). Pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan pekerja yang meliputi :
1.    Pemeriksaan Awal Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sebelum seseorang calon/pekerja (petugas kesehatan dan non kesehatan) mulai melaksanakan pekerjaannya. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang status kesehatan calon pekerja dan mengetahui apakah calon pekerja tersebut ditinjau dari segi kesehatannya sesuai dengan pekerjaan yang akan ditugaskan kepadanya.  Anamnese umumΓΌPemerikasaan kesehatan awal ini meliputi: 
a.      Anamnese pekerjaan
b.      Penyakit yang pernah diderita
c.      Alrergi
d.     Imunisasi yang pernah didapat
e.      Pemeriksaan badan
f.       Pemeriksaan laboratorium rutin Pemeriksaan tertentu :
-      Tuberkulin test
-      Psiko test
2.    Pemeriksaan Berkala Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan secara berkala dengan jarak waktu berkala yang disesuaikan dengan besarnya resiko kesehatan yang dihadapi. Makin besar resiko kerja, makin kecil jarak waktu antar pemeriksaan berkala. Ruang lingkup pemeriksaan disini meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus seperti pada pemeriksaan awal dan bila diperlukan ditambah dengan pemeriksaan lainnya, sesuai dengan resiko kesehatan yang dihadapi dalam pekerjaan.
3.    Pemeriksaan Khusus Yaitu pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada khusus diluar waktu pemeriksaan berkala, yaitu pada keadaan dimana ada atau diduga ada keadaan yang dapat mengganggu kesehatan pekerja. Sebagai unit di sektor kesehatan pengembangan K3 tidak hanya untuk intern laboratorium kesehatan, dalam hal memberikan pelayanan paripurna juga harus merambah dan memberi panutan pada masyarakat pekerja di sekitarnya, utamanya pelayanan promotif dan preventif. Misalnya untuk mengamankan limbah agar tidak berdampak kesehatan bagi pekerja atau masyarakat disekitarnya, meningkatkan kepekaan dalam mengenali unsafe act dan unsafe condition agar tidak terjadi kecelakaan dan sebagainya.



BAB  III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Sebagai suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha, kesehatan dan keselamatan kerja atau K3 diharapkan dapat menjadi upaya preventif terhadap timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja. Pelaksanaan K3 diawali dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian. Tujuan dari dibuatnya sistem ini adalah untuk mengurangi biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja.
Peran tenaga kesehatan dalam menangani korban kecelakaan kerja adalah menjadi melalui pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan pekerja yang meliputi pemeriksaan awal, pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus. Untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan sakit pada tempat kerja dapat dilakukan dengan penyuluhan tentang kesehatan dan keselamatan kerja.

B.    Saran
Kesehatan dan keselamatan kerja sangat penting dalam pembangunan karena sakit dan kecelakaan kerja akan menimbulkan kerugian ekonomi (lost benefit) suatu perusahaan atau negara olehnya itu kesehatan dan keselamatan kerja harus dikelola secara maksimal bukan saja oleh tenaga kesehatan tetapi seluruh masyarakat.


DAFTAR PUSTAKA


Poerwanto, Helena dan Syaifullah. Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.

Indonesia. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

Indonesia. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

Silalahi, Bennett N.B. [dan] Silalahi,Rumondang.1991. Manajemen keselamatan dan kesehatan kerja.[s.l]:Pustaka Binaman Pressindo.

Suma'mur .1991. Higene perusahaan dan kesehatan kerja. Jakarta :Haji Masagung

Suma'mur .1985. Keselamatan kerja dan pencegahan kecelakaan. Jakarta :Gunung Agung, 1985


-------------------,1990. Upaya kesehatan kerja sektor informal di Indonesia. [s.]:Direktorat Bina Peran Masyarakat Depkes RT.