Senin, 10 November 2014

DAMPAK INTERVENSI PEMERINTAH PADA PEREKONOMIAN DALAM NEGERI

Tugas Kampus
Diponegoro University
Ekonomi Makro

PENDAHULUAN
            Tujuan akhir kebijakan ekonomi sebuah negara adalah meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Pemerintahan yang baik adalah yang mampu memfokuskan pada pemenuhan kesejahteraan yang adil dan merata. Pemenuhan kesejahteraan yang adil dan merata hanya dapat dicapai dengan pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan disertai dengan stabilitas ekonomi yang mantap. Pembangunan ekonomi jelas sangat mempengaruhi tingkat kemakmuran suatu negara. Oleh karena itu pembangunan ekonomi yang disertai dengan suatu kebijakan tentunya bertujuan untuk mengubah kondisi suatu negara ke arah yang lebih baik.
PEMBAHASAN
            Secara konsepsional, pasar yang dapat berjalan secara sempurna merupakan cara yang paling ideal untuk mencapai tujuan-tujuan normatif yaitu kemakmuran rakyat sebagaimana dicita-citakan. Namun demikian, pasar yang sempurna (market perfection) jarang ditemukan. Yang terjadi justru ketidaksempurnaan pasar (market imperfection). Akibatnya, konsentrasi ekonomi berada pada kelompok usaha besar, seperti akses terhadap teknologi, permodalan, informasi, dan SDM yang bermutu. Kondisi seperti itu menyebabkan mekanisme pasar tidak berjalan secara sempurna, yang cenderung merugikan rakyat banyak, baik dalam aspek efisiensi maupun keadilan. Usaha besar terus menikmati kesempatan-kesempatan mewah yang bersumber dari ketidaksempurnaan pasar maupun yang berasal dari keunggulan-keunggulan dalam aspek penguasaan modal, teknologi, dan profesionalisme SDM.
            Kaitannya dengan kebijakan ekonomi ketidaksempurnaan mekanisme pasar ini, menuntut peranan pemerintah yang lebih banyak ditampilkan pada fungsinya sebagai agent of development[1]. Dalam suatu perekonomian suatu Negara, pemerintah mempunyai peranan untuk mengatur, memperbaiki atau mengarahkan aktifitas ekonomi dari pemerintah maupun sektor swasta. Karena perkembangan dan kemajuan pembangunan suatu Negara tergantung kepada peranan pemerintah dalam mengatur negaranya termasuk di dalamnya adalah perekonomian melalui kebijakan-kebijakan publik yang bersifat mengikat dan meng-intervensi.
            Adapun definisi kebijakan adalah seperangkat keputusan untuk menghadapi situasi tertentu, yang dijiwai oleh nilai-nilai, sikap atau anutan tertentu, dengan kelengkapan ketentuan tentang tujuan, cara dan sarana kegiatan untuk mencapainya[2]. Sedangkan implikasi pengertian kebijakan publik[3] adalah :
  1. bahwa kebijakan tersebut adalah kebijakan negara atau pemerintah, berupa pilihan pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan
  2. bahwa kebijakan publik bertujuan mengatasi situasi tertentu bermakna “demi kepentingan publik memperbaiki kualitas kehidupan dan penghidupan publik atau masyarakat (adil, makmur dan sejahtera)”
  3. bahwa kebijakan tersebut memandu tindakan atau pola tindakan pejabat pemerintah
  4. bahwa kebijakan publik didasarkan atau selalu dilandaskan pada peraturan perundang-undangan dan bersifat otoritatif (dikeluarkan badan yang secara sah diberi otorita atau kewenangan)
            Dalam pengertian operasional, yang dimaksud dengan kebijakan adalah intervensi (campur tangan) atau tindakan tertentu dari pemerintah yang dirancang untuk mencapai suatu hasil tertentu (yang diharapkan) khususnya dalam bidang ekonomi. Posisi kebijakan dipengaruhi oleh tujuan yang hendak dicapai dengan memberikan dampak pengaruh melalui proses intervensi (campur tangan) yang dilakukan Sedangkan tujuan utama dari suatu kebijakan dapat dikelompokkan dalam 6 (enam) tindakan kebijakan (policy actions) yang paling mendasar, yaitu:
  1. Regulasi (regulation): merupakan tindakan kebijakan yang bersifat penetapan pengaturan (regulatory), dengan tujuan utamanya adalah membuat ketentuan dan batasan dalam konteks bidang/isu yang diatur.
  2. Deregulasi (deregulation): merupakan tindakan kebijakan yang bersifat penetapan pengaturan (regulatory), dengan tujuan utamanya adalah membuat penghapusan atau pelonggaran ketentuan dan batasan tertentu (atau hal-hal yang sebelumnya dinilai membatasi) dalam konteks bidang/isu yang diatur.
  3. Insentif (incentives/rewards): merupakan tindakan kebijakan yang pada dasarnya bukan bersifat penetapan pengaturan (non-regulatory), dengan tujuan utamanya adalah merangsang, mendorong atau mempercepat proses tertentu atau pencapaian hal tertentu dengan memberikan suatu bentuk rangsangan atau imbalan tertentu dalam konteks bidang/isu tertentu.
  4. Penyediaan infrastruktur (infrastructure provisions): merupakan tindakan kebijakan yang pada dasarnya bukan bersifat penetapan pengaturan (non-regulatory), dengan tujuan utamanya adalah memberikan/menyediakan hal tertentu yang biasanya bersifat infrastruktural dan barang publik (public goods) dalam konteks bidang/isu tertentu.
  5. Informasi/pedoman (information/guidance): merupakan tindakan kebijakan yang pada dasarnya bukan bersifat penetapan pengaturan (non-regulatory), dengan tujuan utamanya adalah memberikan/menyediakan dan menyampaikan hal tertentu yang berupa informasi atau berfungsi sebagai pedoman (panduan) spesifik dalam konteks bidang/isu tertentu.
  6. 6. Pengaruh (influence): merupakan tindakan kebijakan yang pada dasarnya bukan bersifat penetapan pengaturan (non-regulatory), dengan tujuan utamanya adalah mempengaruhi, atau mendorong terjadinya perubahan atau membantu proses perubahan pada pihak tertentu (atau masyarakat umum) dalam konteks bidang/isu tertentu.
            Melalui teorinya Adam Smith mengemukakan bahwa dalam perekonomian segala sesuatunya akan berjalan sendiri-sendiri menyesuaikan diri menuju ke keseimbangan menurut mekanisme pasar. Tarik-menarik kekuatan dalam sistem perekonomian itu seperti dikendalikan oleh “the invisible hand”, sehingga dengan demikian tidak memerlukan begitu banyak campur tangan pemerintah. Maka menurut Adam Smith peranan pemerintah hanya meliputi tiga fungsi saja, yaitu :
  1. Fungsi pemerintah untuk memelihara keamanan dalam negeri dan pertahanan
  2. Fungsi pemerintah untuk menyelenggarakan peradilan
  3. Fungsi pemerintah untuk menyediakan barang-barang yang tidak disediakan oleh pihak swasta seperti halnya dengan jalan, dam-dam, dan sebagainya.
            Sesuai perkembangan dan kemajuan akibat semakin majunya teknologi dan banyaknya penemuan-penemuan baru serta semakin terbukanya perekonomian antar negara, menyebabkan begitu banyak kepentingan yang saling terkait dan berbenturan. Hal ini menyebabkan peran pemerintah semakin dibutuhkan dalam mengatur jalannya sistem perekonomian, karena tidak sepenuhnya semua bidang perekonomian itu dapat ditangani oleh swasta.
             Dengan demikian dalam sistem perekonomian modern, peranan pemerintah dapat dibagi dalam tiga bagian, yaitu :
  1. Peranan Alokasi.
Pada dasarnya sumber daya yang dimiliki suatu Negara adalah terbatas. Pemerintah harus menentukan seberapa besar dari sumber daya yang dimiliki akan dipergunakan untuk memproduksi barang-barang public, dan seberapa besar akan digunakan untuk memproduksi barang-barang individu.Pemerintah harus menentukan dari barang-barang public yang diperlukan warganya, seberapa besar harus disediakan oleh pemerintah, dan seberapa besar yang dapat disediakan oleh rumah tangga perusahaan.

Tidak semua barang dan jasa yang ada dapat disediakan oleh sektor swasta. Barang dan jasa yang tidak dapat disediakan oleh system pasar ini disebut barang public, yaitu barang yang tidak dapat disediakan melalui transaksi antara penjual dan pembeli.sistem pasar tidak dapat menyediakan barang/jasa tertentu oleh karena manfaat dari adanya barang tersebut tidak hanya dirasakan secara pribadi akan tetapi dinikmati oleh orang lain.

Barang public adalah barang yang baik secara teknis maupun secara ekonomis tidak dapat ditetapkan prinsip pengecualian, atas barang tersebut. Barang yang termasuk dalam barang public walaupun mempunyai sifat pengecualian, misalnya jalan-jalan dpat disediakan melalui system pasar.

Perbedaan antara barang swasta dan barang public ditunjukkan :
- Dapat Dikecualikan
- Tidak dapat dikecualikan
- Rival
   
Barang swasta murni :
1. biaya pengecualian rendah
2. dihasilkan oleh swasta
3. dijual melalui pasar
4.dibiayai oleh hasil penjualan. Dihasilkan swasta/pemerintah

Contoh : sepatu, pensil dll
   
Barang campuran (quasi public)

1. barang yang manfaatnya dirasakan bersama dan dikonsumsikan bersama tetapi dapat terjadi kepadatan.Dijual melalui pasar aau langsung oleh pemerintah.
Contoh : Taman.

Non Rival
   
Barang campuran (quasi private)

1.barang swasta yang menimbulkan eksternalitas,
2. dibiayai dan hasil penjualan atau dibiayai dengan APB
Contoh : rumah sakit, transportasi umum, pemancar TV
Barang Publik Murni

1. biaya pengecualian besar,
2. dihasilkan oleh pemerintah,
3. disalurkan oleh pemerintah,
4. dijual melalui pasar atau langsung oleh pemerintah.
Contoh : pertahanan dan peradilan.

            Dari table di atas dapat dilihat bahwa barang public dapat dibedakan antara barang public murni dan barang public campuran (quasi public), begitu juga dengan barang swasta dibedakan antara barang awasta murni dan barang swasta campuran (quasi private).

            Barang campuran adalah barang yang tidak mempunyai dua karekteristik sekaligus, yaitu pengecualian rival, yang dimaksud dengan rival adalah penggunaan yang bersaingan. Apabila seseorang mengkonsumsikan dalam jumlah yang lebih sedikit.Kewenangan ekonomi yang paling utama dan memperoleh porsi yang terbesar bagi pemerintah daerah adalah fungsi alokasi. Hal ini karena sangat terkait erat dengan barang-barang publik yang nilainya sangat besar.Menurut Stiglitz, 1986 (dalam Syahrir, 1986 : hal 4), disebutkan ada 2 (dua) elemen yang selalu ada pada setiap barang publik, yakni :

Tidak dimungkinkannya menjatah barang-barang publik bagi setiap individu (orang-perorang).

Sangat sulit untuk menjatah dan membagi-bagikan barang publik.

Sedangkan menurut King (1984 : hal 10), menyebutkan bahwa barang-barang publik dibatasi oleh dua sifat yaitu:

Konsumsinya tidak dapat dibagi-bagi

Tidak dapat dibagi-bagikan kepada orang-perorang.

            Menurut penyediaannya, barang publik ini dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu, barang publik lokal dan barang publik nasional. Barng publik lokal adalah barang-barang yang menurut penyediaannya oleh pemerintah daerah dan secara tehnologi layak & perolehan keuntungannya dinikmati oleh penduduk setempat. Sedangkan barang publik nasional adalah barang-barang yang penyediaannya oleh pemerintah pusat dengan perolehan keuntungan yang dinikmati oleh selain penduduk setempat juga masyarakat dalam suatu negara.Terdapat beberapa alasan yang melandasi adanya intervensi pemerintah dalam pengalokasian sumber daya sebagai dikemukakan berikut ini :

            Ekonomi kompetitif yang sempurna dengan asumsi-asumsi tertentu bahwa akan menjamin alokasi sumberdaya secara optimal. Disini bila kejadiannya berbeda dengan asumsi, misalnya pasar jauh dari persaingan sempurna maka pemerintah akan turut campur tangan dalam pengalkasian sumberdaya.

            Dalam hal produksi atau konsumsi sesuatu barang dan jasa menimbulkan biaya atau memberikan keuntungan eksternal terhadap produsen atau konsumen lain maka pemerintah akan turut campur tangan dengan mengatur pajak dan subsidi terhadap barang-barang tersebut, dan mengatur tingkat produksi eksternal dengan cara lain.

Ada kecenderungan bahwa pemerintah mendorong konsumsi barang-barang yang dikonsumsi dalam jumlah banyak (merit) melalui penyediaan dengan subsidi, harga nol atau dengan memberikan perangsang kepada pihak swasta untuk penyediaannya. Sebaliknya pemerintah juga cenderung menghambat konsumsi barang-barang yang dikonsumsi dalam jumlah sedikit (demirit) melalui kebijaksanaan pajak.Alasan-alasan yang mendukung peran alokasi oleh pemerintah daerah adalah :

Kemungkinan besar akan terjadi perpindahan penduduk ke daerah lain, manakala mereka merasa tidak puas dengan pelayanan yang diperoleh didaerahnya, hal ini akan menimbulkan masalah yang terkait dengan penyediaan lokal.

Penyediaan yang dilakukan oleh daerah akan lebih sesuai dengan kebutuhan dan selera penduduk setempat, namun berbeda halnya bila penyediaan oleh pemerintah pusat ada kemungkinan penyediaannya secara seragam dengan daerah lainnya yang hal ini dapat terjadi kurang sesuai dengan selera penduduk setempat.

Menurut King, 1984, ada 4 (empat) alasan mengapa penyediaan oleh daerah lebih berkesuaian dengan keinginan penduduknya, yaitu :

Dalam sistem pemerintahan yang bertingkat, birokrat pada tingkat bawah memiliki pengetahuan yang lebih tentang keinginan penduduknya, jika dibandingkan apabila dilakukan dengan sistem sentralisasi.

Desentralisasi akan dapat menjamin kontrol yang lebih demokratis terhadap aparat.

Pemerintah dari berbagai tingkatan harus saling bekerjasama dan jika salah satunya mengabaikan keingninan warganya maka mereka dapat melakukan tekanan pada pemerintah.

Penyediaan oleh daerah menghasilkan barang dan jasa publik lokal yang lebih efisien dan penduduk menjadi lebih sadar akan biaya pelayanan.

Melalui desentralisasi secara umum akan dapat menumbuhkan inovasi dan menghasilkan eksperimentasi barang-barang publik. Akan tetapi diakui ada beberapa kelemahan yang dinilai kurang mendorong pelayanan yang efisien. Hal ini diperkuat dengan adanya beberapa alasan berikut ini :

Kemungkinan terjadinya eksport, dimana beberapa beban pajak lokal dialihkan kepada bukan penduduk setempat.

Kemungkinan terjadinya penyediaan pelayanan kurang efisien sebagai akibat dari upaya menarik industri ke daerah atau menahan industri yang telah ada.

Kemungkinan terjadinya pengeluaran yang berlebihan dari dana pinjaman/hutang yang berlebihan

Kemungkinan terjadinya penyediaan yang berlebihan atas kegiatan ekonomi yang dibiayai dari pungutan pajak.

Kemungkinan terjadinya pengeluaran yang berlebih oleh birokrat dalam usahanya memaksimalkan kesejahteraan mereka, dilain pihak kesejahteraan penduduk kurang mendapat perhatian.

Efisiensi penyediaan pelayanan publik yang rendah, yang kemungkinannya dapat terjadi karena kurangnya pengalaman mengatur pengeluaran oleh pemerintah daerah. Pemerintah daerah kurang intensif menggali potensi yang berkembang dari penyediaan pelayanan. Pemerintah daerah mungkin mengabaikan keuntungan yang diperoleh dari faktor eksternal bagi mereka yang bukan penduduk setempat sehingga kurang penyediaan pelayanan bagi mereka padahal berpotensi mendatangkan keuntungan.
            Masalah lain yang kemungkinan timbul dalam kaitan dengan desentralisasi fungsi alokasi ini adalah dengan cara apa dan bagaimana menggali potensi pajak yang sesuai untuk pemerintah daerahnya. Selain itu dari sisi persaingan, dapat terjadi keberadaan dan kemampuan pemerintah daerah dalam mengembangkan daerahnya menajdi ancaman dan kendala bagi pemerintah pusat di dalam menentukan kebijaksanaan, sehingga untuk menajmin stabilitas secara nasional perlu dilakukan pengendalian dan pengawasan yang intensif dari pemerintah pusat.
  1. Peranan Distribusi
            Pemerintah berupaya untuk mendistribusikan pendapatan atau kekayaan agar supaya masyarakat sejahtera. Tetapi bagaimanapun juga upaya ini tidaklah mudah karena banyak factor yang mempengaruhi perolehan pendapatan, misalnya kepemilikan factor produksi, permintaan dan penawaran factor produksi, system warisan dan kemampuan seseorang. Distribusi pendapatan dan kekayaan melalui pasar walau efisien namun tidak adil. Oleh karena itu pemerintah harus campur tangan.

Untuk itu Pemerintah harus membuat kebijakan-kebijakan agar alokasi sumber daya ekonomi dilaksanakan secara efisien. Pemerintah harus membuat kebijakan-kebijakan agar kekayaan terdistribusi secara baik dalam masyarakat, misalnya melalui :

1. Perpajakan,
2. Subsidi,
3. Pengentasan kemiskinan,
4. Transfer penghsilan dari daerah kaya ke daerah miskin,
5. Bantuan pendidikan,
6. Bantuan kesehatan, dll

            Distribusi pendapatan tergantung dari pemilikan factor-faktor produksi permintaan dan penawaran factor produksi system warisan dan kepemampuan memperoleh pendapatan. Kemampuan memperoleh pendapatan tergantung dari pendidikan, bakat dan sebagainya sedangkan warisan tergantung dari hokum yang berlaku.

            Distribusi pendapatan dan kekayaan yang ditimbulkan oleh sistem pasar mungkin dianggap oleh masyarakat sebagai tidak adil. Masalah keadilan dalam distribusi pendapatan merupakan masalah yang rumit dalam ilmu ekonomi. Ada sebagian ahli ekonomi yang berpendapat bahwa masalah efisiensi harus dipisahkan dari masalah keadilan, atau arti kata lain, masalah keadilan dan masalah efisiensi merupakan kebalikan.

            Pemerintah berupaya untuk mendistribusikan pendapatan atau kekayaan agar supaya masyarakat sejahtera. Tetapi bagaimanapun juga upaya ini tidaklah mudah karena banyak factor yang mempengaruhi perolehan pendapatan, misalnya kepemilikan factor produksi, permintaan dan penawaran factor produksi, system warisan dan kemampuan seseorang. Distribusi pendapatan dan kekayaan melalui pasar walau efisien namun tidak adil. Oleh karena itu pemerintah harus campur tangan.

            Efisiensi adalah objek ekonomi namun keadilan merupakan objek politik. Efisiensi terjadi apabila perubahan tidak memperburuk keadaan golongan lain namun ini mustahil dilakukan di dalam dunia nyata, kecuali bila yang terkena pengaruh memperoleh kompensasi. Dengan demikian pemerintah harus mengambil kebijaksanaan untuk membantu mereka yang menghadapi ketidakadilan ini dengan (progresif), memberikan subsidi yang dananya diambilkan dari pajak yang dikenakan pada mereka yang memperoleh pendapatan atau kekayaan tertentu.

            Fungsi distribusi dalam fungsi ekonomi pemerintah adalah sangat terkait erat dengan pemerataan kesejahteraan bagi penduduk di daerah yang bersangkutan dan terdistribusi secara proposial dengan pengertian bahwa daerah yang satu dimungkinkan tidak sama tingkat kesejahteraannya dengan daerah yang lainnya karena akan sangat dipengaruhi oleh keberadaan dan kemampuan daerahnya masing-masing.

            Kewenagan dan dukungan terhadap peran pemerintah daerah dalam fungsi distribusi ini tidak sebesar kewenangan dan dukungan dalam fungsi alokasi sebagaimana dikemukakan oleh King, (1984 : hal 32). Kecilnya kewenangan dan dukungan yang dilimpahkan oleh pemerintah pusat dalam fungsi distribusi ini adalah didasarkan pada asumsi bahwa bila pelimpahan kewenangan dan dukungan pemerintah pusat cukup besar maka dikhawatirkan akan menimbulkan masalah yang berkaitan dengan distribusi pendapatan yang seragam dibeberapa daerah karena akan kurang memberikan inovasi dan rangsangan untuk mengembangkan potensi sumberdaya yang dimiliki atau yang tersedia di daerahnya.

            Disisi lain bahwa kebijaksanaan retribusi tunggal yang seragam didasarkan pada rasa kekhawatiran bahwa bila diberlakukan kebijaksanaan yang tak seragam dan desentralisasi akan menyebabkan berpindahnya sebagian penduduk daerah tersebut kedaerah lain yang menjanjikan penghasilan yang lebih besar dibandingkan didaerah asal, hal ini dianggap akan membuka peluang timbulnya masalah baru yang berkaitan dengan migrasi penduduk.

            Menurut Paully (1973, dalam bukunya King, 1984 : hal 35), tingkat retribusi yang optimal akan lebih besar terjadi di daerah-daerah yang citrarasa pembayar pajaknya mendukung distribusi. Sedangkan menurut King (1984 : hal 33) harus ada suatu kebijakan dasar retribusi nasional dan pemerintah daerah seharusnya diijinkan untuk mengubah derajat distribusi diwilayahnya.
  1. Peranan Stabilisasi
            Sesuai dengan nama stabilisasi maka fungsi stabilisasi ini dimaksudkan untuk menciptakan stabilitas ekonomi suatu negara. Fungsi stabilisasi ini berkaitan erat dengan fungsi mengatur variabel ekonomi makro dengan instrumen kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Diantara ketiga fungsi ekonomi pemerintah, fungsi stabilisasi ini merupakan yang paling kecil kewenangan dan dukungannya terhadap peran pemerintah daerah dan bahkan hampir tak mendapatkan bagian untuk berperan dalam fungsi stabilisasi ini. Hal ini dilandasi oleh pemikiran bahwa fungsi stabilisasi berbeda antar satu daerah dengan daerah lain dalam suatu negara.
            Disamping itu kecilnya kewenangan dan dukungan peran pemerintah daerah dalam fungsi stabilisasi, disebabkan akan adanya efek sampingan yang timbul akibat penggunaan instrumen yaitu kebijakan moneter dan kebijakan fiskal untuk mengontrol variabel ekonomi makro dan efek langsung dari penggunaan instrumen tersebut.Contoh riil dalam kebijakan moneter, jika kebijakan moneter didesentralisasikan maka masing-masing pemerintah daerah akan mempunyai kewenangan melakukan kebijakan tersebut sesuai dengan kebutuhannya bahkan keinginannya.
            Bila masing-masing daerah diberikan kewenangan mencetak uang sesuai keinginan ataupun kebutuhan daerahnya, maka pemerintah pusat akan mengalami kesulitan dalam mengendalikan kestabilan harga-harga maupun tingkat inflasi yang terjadi didaerah. Dan dalam hal kebijakan fiskal jika didesentralisasikan maka akan terjadi perbedaan penetapan pajak dan pengeluaran, sebagai akibatnya adalah akan terjadi migrasi penduduk dari satu daerah ke daerah lainnya yang memberikan peluang untuk memperoleh penghasilan yang lebih besar. Pemerintah dengan kebijaksanaan fiscal perlu mempertahankan atau mencapai tujuan seperti kesempatan kerja yang tinggi, stabilitas tingkat harga, rekening luar negeri yang baik serta tingakt pertumbuhan yang memadai.
            Pada pemerintahan modern saat ini, hamper semua Negara menyerahkan roda perekonomian kepada pihak swasta/ perusahaan. Pemerintah lebih berperan sebagai stabilisator, untuk menjaga agar perekonomian berjalan normal yaitu dengan cara :

1. Menjaga agar permasalahan yang terjadi pada satu sektor perekonomian tidak merembet ke sektor lain.

2. Menjaga agar perekonomian kondusif (inflasi terkendali, sistem keamanan terjamin, dan kepastian hukum terjaga ).
KESIMPULAN
            Dari sini kita kembali melihat, bahwa pemerintah memainkan peranan positif dan konstruktif dalam suatu kebijakan, terutama dalam sektor perekonomian. Campur tangan pemerintah dalam suatu kebijakan perekonomian yang vital dapat dipandang sebagai salah satu  keharusan jika sudah menyangkut kepentingan umum.

Tanpa adanya campur tangan pemerintah perekonomian akan tidak terkendali sehingga nantinya akan menimbulkan penganguran tenaga kerja yang akan mengganggu stabilitas ekonomi. Untuk itu Pemerintah dapat melakukan kebijaksanaan moneter dengan menerapkan sarana persyaratan cadangan, tingkat diskonto, kebijakan pasar terbuka, dan lain-lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar